Senin, 30 Maret 2015
Apakah
pendidikan kita selama ini telah berhasil? Suatu pertanyaan yang terkesan sinis
seolah tak menghargai kerja keras pemerintah dan masyarakat yang telah bersusah
payah membangun dan mengembangkan pendidikan sesuai amanat konstitusi.
Pertanyaan
ini seharusnya tak muncul seandainya negara berhasil menyelenggarakan
pendidikan berdasarkan amanat konstitusi, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
Tampaknya negara mengalami kesulitan dalam memaknai kata-kata mencerdaskan
kehidupan bangsa sehingga arah pendidikan di semua jenjang dan jalur menjadi
tak jelas dan belum dapat mencerdaskan kehidupan bangsa.
Tolok
ukur keberhasilan pendidikan tidak serta-merta mencerdaskan kehidupan bangsa,
padahal penganggaran pendidikan sangat ditentukan tolok ukur ini. Pendidikan
dasar dan menengah menggunakan tolok ukur antara lain angka partisipasi kasar
(APK) dan angka partisipasi murni (APM) serta ujian nasional (UN) dan
akreditasi sekolah. Pendidikan tinggi menggunakan tolok ukur antara lain APK,
peringkat akreditasi, publikasi ilmiah, peringkat internasional, dan jumlah
anggaran.
Pemerintah
pusat melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan maupun Kementerian Riset,
Teknologi, dan Pendidikan Tinggi telah menerbitkan sejumlah standar pendidikan
dan sejumlah peraturan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Mutu
pendidikan kita, baik di tingkat dasar menengah maupun tinggi, selalu
digaungkan dengan gencar supaya masyarakat memahaminya. Perkataan mutu jadi
sedemikian penting bagi para pemangku kepentingan pendidikan sehingga seluruh
daya upaya diarahkan ke mutu pendidikan.
Persoalan
yang mendasar adalah belum adanya pemahaman yang hakiki mengenai mutu
pendidikan. Mutu pendidikan secara pragmatis diwujudkan dalam bentuk akreditasi
sekolah dan akreditasi perguruan tinggi, padahal definisi mutu hakiki adalah
jauh lebih dalam dan mendasar dibandingkan akreditasi. Definisi mutu pendidikan
yang hakiki adalah pendidikan yang mampu memberdayakan individu maupun kelompok
individu serta masyarakat pada umumnya. Mutu pendidikan sering kali dikaitkan
dengan hasil UN sekolah maupun peringkat universitas tingkat nasional dan
internasional.
Dengan
pemahaman mutu pendidikan seperti itu, sekolah dan perguruan tinggi
berlomba-lomba meraih peringkat lebih tinggi dalam akreditasi dan nilai
tertinggi dalam UN. Upaya mencapai itu semua tak mudah dan perlu dukungan
finansial yang besar, bahkan seluruh daya upaya dikerahkan untuk mencapai
akreditasi dan peringkat yang tinggi. Pertanyaannya, apakah akreditasi dan
peringkat yang tinggi akan membawa manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemajuan
bangsa Indonesia?
Pengalaman
menunjukkan bahwa akreditasi dan peringkat lembaga pendidikan lebih memberikan
manfaat bagi lembaga itu sendiri ketimbang bagi masyarakat sebagai pemangku
kepentingan utama pendidikan. Dengan akreditasi dan peringkat yang tinggi,
lembaga pendidikan tersebut dengan mudah merekrut calon peserta didik terbaik,
merekrut guru dan dosen terbaik, memperoleh insentif pendanaan lebih tinggi,
memperoleh pengakuan dari masyarakat, dan lain-lain. Dengan demikian, lembaga
pendidikan itu punya peluang mempertahankan status, bahkan mungkin dapat
meningkatkannya. Apakah dengan tingginya peringkat dan akreditasi, tujuan
pendidikan sesuai amanat konstitusi berhasil dicapai?
Pencitraan Pendidikan
Keberhasilan
pendidikan atau manfaat pendidikan terwujud jika masyarakat terdidik berdaya
mampu menyejahterakan dirinya dan meningkatkan kualitas hidupnya. Keberdayaan
masyarakat seyogianya jadi tolok ukur keberhasilan pendidikan di mana
masyarakat Indonesia menjadi masyarakat mandiri madani sejahtera. Karena itu,
perlu pendefinisian kembali tolok ukur pendidikan dengan mencermati tingkat
keberdayaan masyarakat. Selama ini tolok ukurnya lebih bersifat pencitraan di
mana lembaga pendidikan mencari akreditasi dan peringkat tinggi, sedangkan
masyarakat umumnya mencari status sosial dengan ijazah.
Tata
kelola pendidikan terjebak ke dalam mekanisme administratif yang justru
menghilangkan hakikat pendidikan. Berbagai peraturan perundangan yang ada
mengenai pendidikan di semua jalur dan jenjang telah menjadikan pendidikan
kegiatan administratif yang birokratis, penuh pengaturan dalam setiap aspek,
tak ada otonomi dan akuntabilitas, tak ada inovasi dan kreativitas, tak ada
kepercayaan terhadap guru dan dosen.
Jika
pola ini masih dipertahankan, pendidikan di Indonesia hanya akan memberikan
pencitraan dan belum memenuhi amanat konstitusi, pendidikan telah dikerdilkan
maknanya ke arah formalitas di mana capaian yang diapresiasi adalah capaian
formalitas. Budaya pencitraan dan formalitas sudah demikian melekat di
pemerintah dan di masyarakat sehingga indikator yang menunjukkan kemajuan
pendidikan adalah semu.
Satryo Soemantri B
Penulis
adalah Guru Besar ITB, Dirjen Dikti (1999-2007), Wakil Ketua AIPI.
Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (AKSI PPK) Pemkab Aceh Tenggara Tahun 2015
Wilayah Kecamatan
Trending Topik
-
Badar (Web Agara) Dalam rangka memperinga ti Hari Kebangkitan Nasional Tahun 2016, DPD KNPI Aceh Wilayah Tengah, Tenggara melaksanakan ...
-
Lembah Alas atau Tanoh Alas adalah identifikasi dari Kabupaten Aceh Tenggara. Sebuah hikayat menyebutkan bahwa Tanah Alas dulunya adalah...
-
Foto spanduk besar bergambarkan Ade Komaruddin, yang didampingi Bupati dan Wakil Bupati Aceh Tenggara, yang terpampang membentang di Jalan...
-
Meja siswi yang bolong - Armentoni Munthe Badar (Website Agara) Banyak siswa dan siswi SMP N 1 Badar saat ini, belajar dengan meja bol...
-
Kampung Pelajar, Babussalam (WEB-Agara) : Selama sepekan ke depan terhitung sejak kemarin 19 s/d 26 Mei 2016 ini, SMAN 1 Kutacane menggel...
-
Kepala UPTD Masjid Agung At Taqwa Kutacane, Syukri, Sag, MA, ketika diabadikan, foto dok by Riki Hamdani. Babussalam (WEB Agara) : Ketu...
-
Tahun 2016 hanya tinggal tujuh bulan lagi akan berakhir, berbagai persiapan guna menyongsong tahun politik, persisnya tahun Pemilukadasun...
-
Babussalam, WEB-Agara : Dari 16 jumlah seluruh Kecamatan yang ada di Kabupaten Aceh Tenggara, hingga hari ini, Kamis (21/12), sejauh ini su...
-
Apel Bersama: Ratusan Aparatur Sipil Negara (ASN) Kabupaten Aceh Tenggara, tengah mengikuti apel bersama, pada apel perdana mengawali tahu...
-
Kepala Sekolah SMPN 1 Kutacane, Drs M Samin AS, MM ketika diabadikan Website Aagara, foto dok by Riki Hamdani Kampung Pelajar, Ba...
Agara Channel
Alamat Kantor
Jalan Iskandar Muda No. 4 Babussalam
Email. kabupatenacehtenggara@gmail.com
Telp. 0629 – 21029 Fax. 0629 – 21030
Kutacane 24651
Email. kabupatenacehtenggara@gmail.com
Telp. 0629 – 21029 Fax. 0629 – 21030
Kutacane 24651
1 komentar:
nice sha bro, bagus artikelnya
anthony souvenir kediri
Posting Komentar